Vinaros Jurnal

Motivasi Menulis

Rasulullah Melarang Ziarah Kubur

Ada suatu tradisi yang tak bisa dilepaskan di kalangan masyarakat Indonesia, yaitu nyekar. Nyekar atau berziarah kubur ke makam keluarga atau para imam biasa dilakukan sebelum Ramadhan atau sesudah Idul Fitri, bahkan setelah 7 hari kematian.

Dalam tradisi nyekar, ada pula do’a khusus yang dibaca, seperti Q.s Al-Qadar, Al-Fatihah, An-Nas, Al-Falaq, Ayat Kursi, dan do’a-do’a khusus lainnya.

Ziarah berasal dari kata Zaara-Yazuuru-Ziyaaratan yang berarti mengunjungi atau menengok. Ziarah kubur berarti mengunjungi atau menengok ke kuburan atau makam.

Rasul melarang ziarah kubur di awal permulaan Islam. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga aqidah Islam yang masih baru dari tercampurnya praktek kebudayaan jahiliyah sehingga menyebabkan syirik pada Allah SWT.

Tapi, lama kelamaan, Rasul membolehkan umatnya untuk berziarah kubur. Hal ini diperbolehkan setelah aqidah umat Islam telah kuat, yang ditunjang pula dengan wahyu Allah yang telah diturunkan.

Sabda Nabi saw.

زُوْرُوْا اْلقُبُوْرَ فَإِنَّهَا تَذْكُرُكُمُ الآخِرَة

Berziarah kuburlah, sesungguhnya hal itu akan mengingatkan kalian terhadap akhirat. (HR Muslim)

Adapun dalam berziarah, ada beberapa hal yang perlu dilakukan:

1. Membaca do’a

2. Tidak membaca Al-Fatihah dan surat lainnya dari Al-Quran ketika berziarah kubur

3. Tidak boleh berdoa (meminta) pada orang mati, memohon perlindungan (istigosah), tidak boleh menyembelih binatang untuknya dalam rangka meminta syafaat

Wallahu a’lam

The Messenger of God: Jangan Lupakan Sejarah

"Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah (JasMerah)" -Ir. Soekarno-

Ungkapan Soekarno saat pidato memeringati Hari Kelahiran Republik Indonesia (RI) mewakili pesan yang tersirat dalam film The Messenger of God.

Film yang disutradarai oleh orang Iran ini mengajak para pecinta film agar kembali mengingat sejarah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Betapa besar ghirah atau perjuangan yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya dalam menegakkan Dienul Islam. Betapa besar perjuangan Assabiqunal Awwalun dalam memertahankan kalimat Tauhid hingga mereka rela disiksa bahkan mati demi yang Ahad (Allah). Dalam film ini juga, ditampakkan perjuangan keluarga Ammar bin Yasir yang kedua orangtuanya wafat karena memertahankan keyakinannya. Mereka rela berjihad dan berhijrah menyebarkan virus keIslaman ratusan mil jauhnya tanpa mengenal panas dan garangnya padang pasir.

Film yang berdurasi sekitar 2 jam ini pun mengingatkan pada kita semua, Islam itu agama pembawa kedamaian. Islam itu bukanlah teroris. Dibuktikan dengan adegan peristiwa Fathu Mekkah (Pembebasan Mekkah). Di sana, orang Quraisy yang belum mau menerima hidayah agar masuk Islam tidak dibantai, justru mereka dilindungi oleh orang-orang Muslim.

Pesan lain dalam film sejarah ini ialah sosok Nabi Muhammad Saw yang tidak diperlihatkan atau diperankan oleh siapa pun. Artinya tidak ada pelecehan di dalamnya dan menjadi bukti bahwa Nabi Muhammad Saw merupakan seorang pengirim kabar gembira, penyampai risalah agama sangat dihormati dan sangat dimuliakan.

Film ini sangat cocok bagi siapapun. Bagi yang ingin mengenal Islam atau yang sudah mengenal Islam.

Demikian review film The Messenger of God. Pesan bagi setiap insan, jangan lupakan sejarah. Karena dalam sejarah, ada Ibrah atau pelajaran yang bisa membangun peradaban di masa depan.
Wallahu a'lam.

Untuk Kita Renungkan

Instruksi Joko Widodo kepada BMKG untuk segera membeli alat-alat sistem deteksi dini tsunami adalah imbauan yang benar untuk antisipasi prabencana. Karena perlu kewaspadaan dan ikhtiar dari manusia untuk meminimalisir korban. Terkhusus untuk Indonesia yang dikenal sebagai negara rawan bencana.

Namun, yang menjadi tugas ke depan bila alat tersebut sudah diberlakukan, perlulah ada perawatan yang mumpuni. Jangan sampai sudah tertanam, tapi dibiarkan hilang, rusak, dibongkar oleh tangan-tangan yang tak bertanggung jawab.

Seperti yang dilansir Republika.co.id, Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengungkapkan bahwa buoy-buoy (alat pendeteksi gelombang pasang dan tsunami, diletakkan di tengah laut, semacam pelampung) di Indonesia telah rusak 2012. Adapun Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyebut Indonesia sudah tidak lagi memiliki buoy sejak 2015.

Pernyataan Sutopo dan BPPT mengingatkan pada firman Allah SWT,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (Q.s Asy-Syuro [42]: 30)

Masyarakat dan pemerintah saat ini fokus pada penanganan pasca-bencana, tapi antisipasi prabencana tidak diperhatikan. Ada apakah dengan masyarakat Indonesia? Dosa apa yang telah dilakukannya? Jauhkah pada Tuhannya? Wallahu a’lam.

Bencana, untuk kita renungkan.

Mari Hindari Tasyabbuh!

Tanggal 25 Desember dikenal dengan Hari Raya umat Nasrani (Hari Natal) dilanjutkan dengan perayaan tahun baru masehi. Banyak orang yang mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru demi menjaga tolerasi antar-umat beragama. Lalu, bolehkah dalam Islam mengucapkan Selamat Natal dan merayakan Tahun Baru?

Natal berasal dari bahasa Portugis, yang berarti kelahiran. Natal diyakini sebagai hari lahirnya Tuhan Yesus Kristus yang diperingati setiap tahun. Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember dan kebaktian pagi pada tanggal 25 Desember.

Ada beberapa pendapat mengenai pengucapan "Selamat Natal":
1. Yang membolehkan dengan alasan toleransi (terlebih apabila ada hubungan khusus, semisal keluarga, teman, dll).
Ulama yang membolehkan, antara lain ialah Ulama Kontemporer, semisal Syeikh Yusuf Al-Qardhawi.

2. Yang mengharamkan dengan alasan telah masuk ke ranah Aqidah (Tasyabbuh).
Tasyabbuh ialah kegiatan menyerupai suatu kaum, dan ini dilarang.
 مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk kaum mereka. (HR Abu Dawud)
Pendapat ini seperti diungkapkan oleh Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qoyyim, dan para pengikutnya.

Soal perayaan tahun baru, tahun baru identik dengan peniupan terompet seperti yang dilakukan kaum Yahudi, dan juga menyalakan kembang api seperti yang dilakukan kaum Majusi dalam peribadatannya.

Alangkah lebih baik jika kita menghindari hal-hal yang syubhat untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan. Seperti halnya mengucapkan "Selamat Natal dan ikut merayatakn Tahun Baru", karena dikhawatirkan adanya pencampuran aqidah (tasyabbuh), maka lebih baik tidak usah diamalkan.

Mari, hindari tasyabbuh untuk kemaslahatan bersama, dengan tidak mengucapkan Selamat Natal dan mengikuti perayaan tahun baru. Wallahu a'lam.

Wasiat Dalam Tinjauan Faraidh


كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ اْلمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَبْرًا الوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَاْلأَقْرَبِيْنَ بِاْلمَعْرُوْفِ حَقًّا عَلَى اْلمُتَّقِيْنَ

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (Q.s Al-Baqarah [2]: 180)

Dalil di atas menunjukkan kewajiban membuat wasiat bagi orang yang meninggalkan harta banyak untuk ibu bapak apabila dia merasa bagian yag didapat tak cukup bagi keperluan mereka.

Dalam pembagian warits, ada yang mendapat harta pusaka dan ada yang tidak. Maka, alangkah lebih baik bila memikirkan hal tersebut dan segera wasiatkan hartanya untuk mereka yang patut ditolong.

Tapi sebelumnya, kita harus mengetahui lebih dulu, apa sih wasiat? Bagaimana pandangan Islam mengenai wasiat?

Wasiat berasal dari bahasa Arab, yang bermakna perintah yang ditekankan.

Wasiat menurut kamus bahasa Indonesia ialah pesan terakhir yang disampaikan oleh orang yang akan meninggal (biasanya berkenaan dengan harta kekayaan, dsb)

Wasiat diartikan suatu pesanan dari seseorang supaya dijalankan sesudah matinya.

Dewasa ini, masyarakat berlomba menuliskan wasiat bahkan membaginya dalam keadaaan pemilik hartanya masih hidup untuk ahli warits, seperti anak kandung kesayangan atau bahkan cucunya.

Padahal, wasiat dibuat karena khawatir dalam keluarganya ada orang-orang yang tak dapat bagian dari hartanya atau dapat bagian tapi tak mencukupi dan untuk mengantisipasi ahli warits yang ditinggalkan meminta-minta, mengulurkan tangan kepada manusia. Sabda Rasulullah saw.

(الثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيْرٌ إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاَء خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَدَعَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُوْنَ النَّاسَ (البخارى ومسلم

(Boleh berwasiat dengan) sepertiga, sedang sepertiga itu pun banyak. Sesungguhnya engkau meninggalkan ahli waritsmu dalam keadaan kaya lebih baik daripada engkau tinggalkan mereka dalam keadaan papa mengulur tangan kepada manusia. (HR Bukhari-Muslim)

Adapun aturan dalam berwasiat ialah tidak melebihi 1/3 dari harta yang ditinggalkan. Sabda Nabi saw.

(قَالَ اْبنُ عَبَّاسٍ: لَوْ أَنَّ النَّاسَ غَضُّوْا مِنَ الثُّلُثِ إِلىَ الرُّبُعِ! فَإِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيْرٌ (البخارى ومسلم

Telah berkata Ibnu Abbas: Alangkah baiknya kalau manusia kurangkan (wasiatnya) dari sepertiga kepada seperempat! Karena Rasulullah saw., bersabda: (Boleh) sepertiga, tetapi sepertiga itupun banyak.(Bukhari dan Muslim)

Demikian ketentuan wasiat dalam tinjauan faraidh. Maha Adil Allah bagi umat-Nya.
Wallahu a’lam.

Tentang Warits

Islam telah mengatur perpindahan hak milik seseorang atas harta benda, baik laki-laki maupun perempuan melalui jalan syara’.

Kitabullah telah menerangkan hukum-hukum warits dan ketentuan masing-masing ahi waris secara gamblang. Diikuti dengan ketetapan sunnah dan ijma’ para ulama. Semuanya terangkum dalam ilmu faraidh.

Sebagaimana telah dijelaskan pada postingan sebelumnya, faraidh ialah pemahaman warits mewaritsi dan ilmu hitung yang menyampaikan pada pengetahuan setiap orang yang berhak dari tirkah.

InsyaAllah, artikel ini akan membahas mengenai warits. Apa itu warits? Apa saja rukun dan syarat warits? Dan bagaimana sebab dan penghalang dari warits mewaritsi itu?

Pengertian Warits

Warisan merupakan esensi kausalitas (sebab pokok) dalam kepemilikan harta, sedangkan harta adalah pembalut kehidupan, artinya dengan harta jiwa kehidupan selalu berputar.

Waris berasal dari kata waritsa-yaritsu-irtsan-miiraatsan.

Arti Mirats (waris) menurut bahasa adalah pindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain. Sedangkan menurut istilah, pindahnya hak milik orang yang meninggal dunia kepada para ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkannya itu berupa harta bergerak dan tidak bergerak atau hak-hak menurut hukum syara’.

Rukun dan Syarat Warits

Yang dimaksud rukun warits ialah sesuatu yang menyebabkan sah suatu perkara warits dan termasuk bagian darinya. Rukun warits itu ada 3, yaitu:

1. Adanya Al-Warits (yang berhak menerima warits/ahli warits)

2. Adanya Al-Muwarrits (yang akan mewaritskan harta)

3. Adanya Al-Mauruts (adanya tirkah)

Adapun syarat warits mewaritsi ialah:

1. Meninggalnya muwarits baik secara hakiki maupun secara hukum

2. Hidupnya ahli warits

3. Adanya kepemilikan yang sah

Sebab dan Penghalang Warits Mewaritsi

Sebab warits-mewaritsi itu ada 3, yaitu

1. An-Nikah (Hubungan Pernikahan)

Adanya akad perniakahan yang sah menjadi sebab warits-mewaritsi, walau setelah akad berlangsung tidak terjadi jima' (hubungan seksual).

2. Nasab (Keturunan)

Seseorang akan mendapat waritsan karena ada hubungan darah dengan orang yang meninggal dunia. Baik itu hubungan orangtua, anak, saudara sekandung, dsb.

3. Al-Wala (memerdekakan hamba sahaya)

Al-Wala ditetapkan kerabat oleh hukum islam. Hal ini terjadi karena tuannya telah memberi kenikmatan bebas untuk hidup bagi hambanya.

Jika seorang tuan memerdekakan hambanya, maka terjadilah hubungan keluarga (Wala'ul 'Itqi). Maka dalam urusan warits, bekas tuannya itu dijadikan sebagai ahli warits, itu pun dengan syarat apabila bekas hamba tidak punya ahli warits sama sekali.

Adapun penyebab terhalangnya proses warits-mewaritsi, ialah:

1. Qotlun (pembunuhan)

2. Riqun (perbudakan)

3. Ikhtilafud-din (Perbedaan Agama)

Demikian pengertian warits, rukun, syarat, sebab dan penghalang dari warits mewaritsi. Mudah-mudahan bermanfaat.

Wallahu a'lam.

Tirkah (Peninggalan)

Islam telah mengatur perpindahan hak milik seseorang atas harta benda, baik laki-laki maupun perempuan melalui jalan syara’.

Kitabullah telah menerangkan hukum-hukum warits dan ketentuan masing-masing ahi waris secara gamblang. Diikuti dengan ketetapan sunnah dan ijma’ para ulama. Semuanya terangkum dalam ilmu faraidh.

Sebagaimana telah dijelaskan pada postingan sebelumnya, faraidh ialah pemahaman warits mewaritsi dan ilmu hitung yang menyampaikan pada pengetahuan setiap orang yang berhak dari tirkah.

InsyaAllah, artikel ini akan membahas mengenai tirkah. Apa itu tirkah? Apa saja macam tirkah? dan bagaimana pengelolaannya?

Pengertian Tirkah

Tirkah berasal dari kata ترك-تركة. Sebagai bentuk mashdar (nominal) bermakna maf'ul (objek), berarti peninggalan.

Tirkah menurut istilah:

التِّرْكَةُ هِيَ مَا خَلَفَهُ اْلمَيِّتُ مِنْ مَالٍ أَوْ حَقٍّ

Tirkah ialah apa-apa yang ditinggalkan si mati, baik berupa harta ataupun hak.

Macam-macam Tirkah

Mengacu pada pengertian tirkah di atas, dapat diketahui tirkah itu ada 2 macamnya, yaitu harta maupun hak.

1. Tirkah berupa harta

Ada 3 perkara yang senantiasa mengikuti seseorang, yaitu amal, keluarga dan harta.

Harta merupakan sesuatu yang dimiliki seseorang dan dapat dijadikan sandaran hidup. Harta terbagi kepada 2:

a. Harta Mutaharrik (harta bergerak), yaitu harta yang bisa digunakan sebagai usaha atau mata pencaharian. Seperti sawah, ladang, rumah, dsb.

b. Harta Ghair Mutaharrik (harta yang tidak bergerak), yaitu harta yang bukan sebagai mata pencaharian hanya sebagai pelengkap saja. Seperti televisi, jam, sofa, dll.

2. Tirkah berupa hak

Hak adalah suatu kebenaran yang mesti ditunaikan seseorang semasa hidup. Macam-macam hak antara lain:

a. Dayn (utang)

b. Washiyyat (pesan terakhir si mati sebelum meninggal dunia)

c. Nadzar (janji sesuatu kepada Allah disertai sumpah)

Cara mengelola tirkah

Cara mengelola tirkah atau peninggalan si mati dalam bab warits ialah ahli warits terlebih dahulu menyelesaikan hak dari si mati. Misalnya, membayar lebih dulu administrasi kematian (misal bayar kain kafan, dll), dilanjutkan dengan membayar utang yang ditinggalkan si mati, lalu membayarkan janji atau nadzar yang pernah dibuat oleh si mati.

Bila semuanya telah teratasi, maka pembagian harta pusaka dapat dilakukan menurut ketentuan yang telah ditentukan oleh Allah SWT. (sebagaimana yang tercantum dalam Q.s An-Nisa 11-12).

Wallahu a’lam.
Back To Top